Minggu, 09 Desember 2012

Lelah yang Menyenangkan (dan Berpahala?)


Setelah beberapa pekan absen nongkrong di utara gedung Grha Sabha Pramana (GSP) UGM, akhirnya di sore hari ini aku berhasil memiliki jadwal kosong yang bisa dimanfaatkan untuk beranjak ke sana, latihan rutin Tsufuk. Tsufuk itu salah satu aliran beladiri Thifan Po Khan, sebuah aktivitas perguruan beladiri yang sudah aku geluti sejak kelas 7 Madrasah Tsanawiyyah (MTs), sekitar 11 tahun yang lalu. Masa yang lama untuk membuatku tetap merasa bodoh dan penakut. Dan perasaan itulah yang selalu membuatku rindu untuk terus berlatih.

Kamu bisa membayangkan betapa penakutnya aku, dahulu sampai kelas 6 SD aku masih selalu mengetuk pintu kamar ibu-bapakku untuk tidur bersama mereka ketika malam-malam terbangun dan menyadari aku sendirian di sebuah ruangan. Kamu bisa mengira-ngira suasana hatiku, dahulu pernah dikatai banci oleh kakakku karena aku cerewet dan letoy. Kamu boleh terheran-heran, aku dahulu adalah –mungkin- satu-satunya anak lelaki di kampungku yang tidak merasa nyaman berkumpul dengan anak laki-laki lain di kampung untuk bermain bola, layangan, atau balapan, -bahkan servis bola voli saja seringkali membuat bola menabrak net-, dan ternyata aku malah lebih nyaman berkumpul dengan anak-anak perempuan untuk bermain congklak, bola bekel, atau lompat tali (catatan: tapi tidak untuk permainan bongkar pasang). Tapi aku waktu itu tetap laki-laki normal, tetap menyukai lawan jenis, wallaahi, ciyus!!

Lalu semua itu mulai berubah ketika aku dikirimkan belajar di Pesantren oleh kedua orang tuaku. Di Pesantrenlah aku mulai mendalami ilmu 'aqidah, dibimbing ustadz-ustadzah yang hebat, dianugerahi teman-teman yang luar biasa dari berbagai penjuru nusantara, dan berkenalan dengan beladiri Thifan Po Khan. Di sana aku belajar tentang diriku, bahwa;

  1. Dalam meyakini peran seorang manusia adalah hamba Allah ta’ala, maka tidak ada takut yang lebih hak kecuali kepada Allah ta’ala,
  2. Dengan ilmu-lah seorang manusia menjadi mulia di hadapan Allah ta’ala dan makhluk,
  3. Beladiri yang menyehatkan lahir-batin itu sangat ampuh melatih mental dan fisik, menjadikan diri kita berani, mudah mengontrol emosi, sehat, dan kuat.
Akhirnya di sana pulalah aku tidak lagi bingung mencari passion olahragaku. Ternyata bukan tenis meja, meskipun aku sempat menjadi juara 2 kompetisi tenis meja sewaktu di SD. Dan juga bukan bola voli, olahraga favorit orang-orang di kampungku. Apalagi sepak bola, yang entah kenapa tidak ada sedikitpun rasa suka atau benciku pada olahraga ini. Ya, hanya satu passion olahragaku, olahraga beladiri, yang menurutku satu-satunya olahraga yang multifungsi. Multifungsi karena tidak sekedar memenuhi kepuasan ruang hobi dan membuat badan kita sehat serta kuat, tapi juga membuat kita berani, tidak emosian, membuatku mampu melindungi diri dan orang lain, dan terlebih bisa menjadi pahala jihad lillaahi ta’aalaa.

*Ok, cukup catatan hari ini. Nampaknya aku harus segera istirahat untuk pemulihan diri dari lelah sisa latihan tadi sore. Alhamdulillaah, lelah yang menyenangkan dan –semoga- berpahala.

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)
(Surah Al-Anfaal : 60)

Abu Hurairah –radhiyallaahu ‘anhu- berkata: “Rasulullah –shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
Mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa daripada Mukmin yang lemah, pada tiap-tiap itu ada kebaikan maka bergiat-giatlah terhadap apa yang ada yang bermanfaat bagi kamu dan memohon pertolongan dari Allah niscaya engkau tidak lemah, jika engkau ditimpa sesuatu janganlah berkata ‘jika aku melakukannya tentu akan begini dan begitu’, akan tetapi katakanlah qaddarallaahu wa maa syaa-a (ketentuan Allah dan jika Ia ingin maka dilakukannya), karena sesungguhnya kata ‘jika …’ membuka pekerjaan setan”.
(HR. Muslim dalam kitab al-Qadr Bab perintah untuk kuat dan meninggalkan kelemahan dan meminta tolong kepada Allah)


8 Desember 2012



2 komentar:

  1. pengalaman yang sangat menarik,,,,,memang setiap orng punya pengalaman berbeda beda,,,bisa d jadikan pelajaran nih,,,,thank's gan

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener banget mas, mari saling bertukar pengalaman, inspirasi, dan pelajaran kehidupan :)

      u're welcome!
      salam kenal, salam solid! :)

      Hapus