Jumat, 05 Agustus 2011

Renungan 'KEDEWASAAN'

Hari ini mungkin aku sama seperti dirimu, juga seperti yang lainnya, ketika suatu momentum dalam kehidupan kita membuat kita berfikir tentang sebuah kata yang nampaknya cukup sakti di kehidupan harian manusia; “DEWASA”. Mungkin kamu pernah mendapatkan ungkapan-ungkapan yang bunyinya seperti ini;

1. “kamu itu kok kekanak-kanakan banget sih, dewasa dong coy, inget umur!!”,

2. “salut saya sama kamu, pembawaan kamu dewasa banget bro”,

3. “kalo pake baju itu tampilanmu jadi nampak dewasa banget sob”,

4. “males aku gaul sama dia, maunya enak sendiri”,

5. “aku gak cocok satu kelompok sama dia, gak suka sama karakternya”,
6. “kamu kayak anak kecil banget sih, masa gara-gara begitu aja sampe berantem”,

7. “saya jenuh/jengah/lelah/males/bosen kalo gini terus, mendingan pergi aja”,

8. “kurang apa sih usaha saya? Semua udah ditempuh, masih aja gak ngerti-ngerti!”,

9. Dst…..

Umumnya kalimat-kalimat di atas sering dikaitkan oleh orang-orang dengan nilai kedewasaan. Contoh dari kalimat pertama kita bisa menangkap ada nilai yang paradoks antara sikap dengan umur, kalimat kedua ada pengaitan antara dewasa dengan rasa, kalimat ketiga pengaitan antara dewasa dengan tampilan luar, berikutnya contoh sikap-sikap menghadapi kondisi di luar harapan, dan seterusnya.

Dalam proses komunikasi selama ini -yang aku rasakan langsung atau dari berbagai cerita para kerabat- faktor kedewasaan menjadi sesuatu yang niscaya penting. Dia menentukan seseorang mendapat penghargaan atau celaan, manis atau pahitnya respon kehidupan sekitar terhadapnya, berhasil atau tidaknya diterima di komunitas sosial, efektif-efisiennya gagasan/nilai yang hendak dibagi, dsb.

Apa sih ‘dewasa’ itu sehingga dia nampaknya istimewa?". Pertanyaan ini sudah sering muncul di benakku sejak beberapa waktu silam. Kemudian akhirnya aku jelajahi berbagai referensi ilmiah dan kisah-kisah hikmah. Ternyata banyak referensi yang bisa membuat kita mendapatkan definisinya yang beragam. Referensi untuk definisi sederhananya bisa kita ambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan -di buku tersebut dikatakan bahwa dewasa itu berarti ‘telah sampai umur’ atau ‘akil baligh’-.

Dalam Islam, seorang anak mulai dikatakan akil baligh ketika sudah mengalami kematangan organ reproduksinya (kematangan biologis), yang menyebabkan anak laki-laki mengalami ‘mimpi basah’ dan anak perempuan mengalami menstruasi/haid. Semenjak itulah ketika diiring akal yang sehat (tidak mengalami gangguan jiwa) dia menjadi mukallaf (orang yang terbebani), mulai terbebani amalnya, mulai mendapat dosa dan pahala dari perilaku pribadinya sendiri. Maka dari itu pada usia akil baligh, seorang anak sudah berhak mendapat teguran tegas dari kedua orangtuanya jika lalai beribadah. Ini mengisyaratkan pada kita bahwa pendidikan Islam yang intensif harus benar-benar diberikan kepada seorang anak sejak usia dini, agar ketika telah sampai masa akil balighnya seorang anak sudah siap dengan beban yang ditanggungnya, sudah siap bersikap lebih dewasa dibanding anak seusianya yang tidak mendapat ajaran Islam dengan baik atau sama sekali tidak mendapatkannya. Bahkan ada sebuah teori –yang sebenarnya aku juga belum mengetahui kebenarannya, dan dari mana sumber aslinya-, bahwa proses pendidikan anak yang paling baik harus dimulai sejak 20 tahun sebelum si anak itu dilahirkan. Aku menerjemahkan ini dengan membangun karakter generasi baru secara genetis (ingat peribahasa ‘buah jatuh tidak jauh dari pohonnya’? :D).

Banyak yang mengembangkan definisi kedewasaan. Salah satunya yang aku kenal adalah trainer dan motivator Reza M. Syarif –juga penulis buku Life Excellent- yang pernah mengatakan -dalam acara siarannya di sebuah acara stasiun televisi swasta beberapa tahun silam yang membahas tema “The magic of Learning”- bahwa seseorang yang dewasa mulai lepas dari dominasi ego pribadinya, “to be understand, not to be understood”, memahami orang lain, tidak menuntut untut difahami. Beliau mengartikan kedewasaan dengan maturity (kematangan), pada aspek psikologis dan spiritual. Kematangan tersebut dihasilkan dari proses belajar yang memantik perbaikan yang berlangsung berkelanjutan, continuous improvement –jadi inget ceramah khas Bapak Rektor UGM 2007-2012 ~~’a-. Mereka yang matang, mereka yang dewasa, akan berhenti untuk berkata “tolong fahami saya dong!”, dalam lisan juga batinnya. Terbetik sebuah respon spontan berbentuk pertanyaan dari pernyataan terakhir itu, “hmm.. Apakah itu artinya menyerah pada kenyataan?”.

Aku terkesan dengan tulisan Marc dan Angel, dua orang yang concern membuat tulisan-tulisan yang berisi opini, aktivitas, dan tips-tips praktis untuk pengembangan kualitas hidup, yang dituliskan di situs web mereka (www.marcandangel.com). Di sana ada tulisan mereka yang membahas tentang kedewasaan berjudul “What is Adulthood? 20 Defining Characteristics of a True Adult”. Di dalam situs web mereka itu, mereka mengatakan bahwa kedewasaan itu berkaitan dengan kematangan emosional. Kemudian mereka menjabarkan ke 20 karakteristiknya;

1. Tumbuhnya kesadaran bahwa kematangan bukanlah suatu keadaan tetapi merupakan sebuah proses berkelanjutan dan secara terus menerus berupaya melakukan perbaikan dan peningkatan diri.

2. Memiliki kemampuan mengelola diri dari perasaan cemburu dan iri hati.

3. Memiliki kemampuan untuk mendengarkan dan mengevaluasi dari sudut pandang orang lain.

4. Memiliki kemampuan memelihara kesabaran dan fleksibilitas dalam kehidupan sehari-hari.

5. Memiliki kemampuan menerima fakta bahwa seseorang tidak selamanya dapat menjadi pemenang dan mau belajar dari berbagai kesalahan dan kekeliruan atas berbagai hasil yang telah dicapai.

6. Tidak berusaha menganalisis secara berlebihan atas hasil-hasil negatif yang diperolehnya, tetapi justru dapat memandangnya sebagai hal yang positif tentang keberadaan dirinya.

7. Memiliki kemampuan membedakan antara pengambilan keputusan rasional dengan dorongan emosionalnya (emotional impulse).

8. Memahami bahwa tidak akan ada kecakapan atau kemampuan tanpa adanya tindakan persiapan.

9. Memiliki kemampuan mengelola kesabaran dan kemarahan.

10. Memiliki kemampuan menjaga perasaan orang lain dalam benaknya dan berusaha membatasi sikap egois.

11. Memiliki kemampuan membedakan antara kebutuhan (needs) dengan keinginan (wants).

12. Memiliki kemampuan menampilkan keyakinan diri tanpa menunjukkan sikap arogan (sombong).

13. Memiliki kemampuan mengatasi setiap tekanan (pressure) dengan penuh kesabaran.

14. Berusaha memperoleh kepemilikan (ownership) dan bertanggungjawab atas setiap tindakan pribadi.

15. Mengelola ketakutan diri (manages personal fears)

16. Dapat melihat berbagai “bayangan abu-abu” diantara ekstrem hitam dan putih dalam setiap situasi.

17. Memiliki kemampuan menerima umpan balik negatif sebagai alat untuk perbaikan diri.

18. Memiliki kesadaran akan ketidakamanan diri dan harga diri.

19. Memiliki kemampuan memisahkan perasaan cinta dengan berahi sesaat.

20. Memahami bahwa komunikasi terbuka adalah kunci kemajuan.

*Tulisannya dalam bahasa Inggris, terjemahannya aku dapatkan di blog Akhmad Sudrajat (www.akhmadsudrajat.wordpress.com).

Kalau aku cermati satu demi satu definisi yang ada, juga penjabarannya, aku mendapatkan satu kesimpulan, bahwa mereka yang benar-benar dewasa (true adult) sangat erat dengan menerima kondisi yang tidak menyenangkan kemudian mereka menyikapinya dengan positif dan bahkan kemudian berikutnya bisa menjadikannya sebagai energi untuk produktif (yang positif juga tentunya). Bukan menyerah pada kenyataan. Mereka yang demikian tentulah tidak sembarangan orang. Allah swt. membantu mengokohkan jiwa mereka; kokoh dari terpaan badai dilema nafsu (syahwat, amarah, dengki, dsj.), bahkan nafsu itu dikelolanya dengan baik, dijadikan bagi mereka nampak jelas mana yang baik dan buruk, jelas di mana jalan lurus bagi mereka.

Suatu hari selepas mendirikan shalat maghrib (kalau gak salah, agak lupa :)), beberapa tahun yang lalu di masjid Pesantren tempat aku dibina selama 6 tahun, Ustadz Achidin Noor yang waktu itu menjadi Mudir (pimpinan) Pesantren itu maju ke hadapan jama’ah. Beliau membahas tentang kedewasaan, mungkin karena beliau melihat fenomena kekanak-kanakkan yang berlebihan di lingkungan santri-santrinya. Beliau kemudian mengajarkan sebuah do’a;

Allaahumma habbib ilayya-l-iimaana, wa zayyinhu fii qalbii, wa karrih ilayya-l-kufra wa-l-fusuuqa wa-l-‘ishyaana, wa-j’alnii minar-raasyidiin

Artinya: “Ya Allah aku memohon padaMu untuk menjadikan aku cinta kepada keimanan, dan menjadikan itu (keimanan) menghiasi hatiku, dan buatlah aku benci kepada kekufuran-kefasikan-kemaksiatan, dan jadikan aku termasuk dalam golongan orang-orang yang diberi petunjuk”.

Beliau mengatakan bahwa do’a ini adalah do'a agar kita mendapat hidayah untuk menjadi insan yang dewasa, jelas mencintai kebajikan, jelas membenci kezhaliman, mendapatkan petunjuk untuk bersikap dan bertindak yang terbaik. -Belakangan aku tahu kalau do’a ini bereferensi pada Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 7-.

Tarawih malam ini pun menambah panjang gumamanku ini. Penceramah sebelum shalat Tarawih berjamaah di Masjid Kampus UGM berhasil membuatnya demikian dengan hadits yang dibawanya dalam ceramah yang ringan dan segar. Sebuah hadits yang tingkatannya "shahih" -diriwayatkan oleh Imam Muslim: 4899, oleh Abu Dawud: 1324, An Nasaiy: 3572, Ibnu Majah: 3827, Ahmad: 8132, dan yang lainnya-, juga mengajarkan kita tentang nilai kedewasaan dalam hidup. Dikisahkan pada hadits tersebut bahwa Rasulullah saw. berdo'a kepada Allah untuk dilindungi dari 4 hal; ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, jiwa yang tidak pernah puas, dan do'a yang tidak terkabulkan. Berikut redaksi do'a beliau;

اَلَّلهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَيَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسِ لاَ تَـشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يَسْـتَجَابُ لَهَا

"Allaahumma innii a'uudzu bika min 'ilmin laa yanfa', wa min qalbin laa yakhsya', wa min nafsin laa tasyba', wa min da'watin laa yustajaabu lahaa"

Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan hati yang tidak khusyuk, dan dari jiwa yang tidak pernah puas dan dari do’a yang tidak terkabulkan” (redaksi do'a aku dapatkan di situs www.fiqhsunnah.com)

Sudah menjadi rahasia umum bahwa realitas sekarang sudah membuktikan 4 fenomena yang Rasulullah saw. khawatirkan dalam do'anya tersebut. Banyak orang yang pintar di tengah-tengah bangsa kita, tapi mencelakakan, syahwatnya selalu lapar dan haus dengan kekuasaan dan kejayaan egoistis -lalu banyak orang-orang lemah menjadi terbinasa karenanya-, dan inkonsisten -apa yang dimintakan kepada Allah tidak sesuai dengan kepantasannya untuk mendapatkannya-. Semuanya berkaitan dengan nilai kedewasaan seorang manusia dalam menyikapi amanah kehidupannya.

Hmm.. belajar tentang kedewasaan memang tidak mudah ya :). Karena dia paduan dari proses panjang/berat untuk membentuk karakter yang bisa muncul secara spontan (akhlaq) dan hidayah dari Allah swt., tidak bisa diparsialkan. Wallaahu a'lam bish-shawaab, wallaahu a'lam bimuraadihi.


23.11 WIY
5 Agustus 2011, memasuki 6 Ramadhan 1432 H
di 'Rumah Pembentukan Karakter'

10 komentar:

  1. Tulisan yang inspiratif bung...
    Terimakasih,

    BalasHapus
  2. Terimakasih juga ya bung, sudah berkenan membaca dan memberi komentar :)
    salam inspirasi

    BalasHapus
  3. komen rada nyenggol dikit nih boy:
    klo ane poin 1,2,4,5,7,17,18, ma 19 dah ada insya Allah...

    poin 3 ma 10 terlalu kompleks kayaknya boy, klo kita mau liat sudut pandang orang lain plus perasaannya sedangkan karakter manusia macem2, pengalaman ane maunya jaga perasaan, eh malah jadi nyakitin :(

    poin 6 malah harusnya tanpa "tidak" hehehe.. soalnya biar detail analisanya.
    poin 11 ini masalah tak kunjung usai dalam diskusi ekonomi syariah; wants vs needs, steak vs tempe??? hehe..

    poin terakhir paling sulit buat ane soalnya ane setelah tes sana-sini di"dakwa" introvert.. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. tentang nomor 3 n 10, ini yang ane tau tentang empati.. kalo kata Stephen Covey, cara latihan empati itu dengan cara; “Seek first to understand then be understood to build the skills of emphatetic listening that inspires openness and trust.” :D
      proses belajar empati emang bikin sakit, entah kitanya, entah dianya, hehe, itu juga yg ane rasain

      kalo tentang nomor 6, mungkin maksudnya mengambil hikmah dari kesalahan pribadi. trus yang nomor 11, belajar ngatur nafsu, ahaha

      itu mungkin din tanggapan2 dari ane

      *udah lama banget baru ane bales, ehehe

      Hapus
  4. pada intinya kedewasaan adalah sebuah kematangan berfikir dengan menjadikan Allah sebagai tolok ukur dalam bertindak :)

    jazakillah bil jannah
    point tulisannya menginspirasi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. yak, sepakat ki :)

      wa iyyaaki, aamiin yaa Rabb

      alhamdulillaah

      Hapus
  5. tulisannya bagus mas iqbal... ^^b

    BalasHapus
  6. Ay said
    They said I'm not adult yet, even my age is 19 right now.
    Everyone has their opinion about what adult is, and you've written all the points. Actually, being adult is a burden for me when they force me to be like that. Hey, don't you see, that forcing somebody to be other person is a childhood behavior?

    If life just like a fairytale, I hope I were Peter Pan. He'd never adult ever after.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang aku ketahui dan fahami, menjadi dewasa itu tuntutan, untuk kesempurnaan dan kebaikan seseorang dalam aspek komunikasi intrapersonal dan interpersonal
      *terlebih bagi seorang Muslim yang hendak 'kaafah' dalam keislamannya (hablun minallaahi wa hablun minannaasi) ~:)

      hasil akhir dari usaha mungkin saja tidak sama persis dengan gambaran ideal 'begini lho dewasa itu!'.. tapi beruntungnya kita, 'proses' menjadi hal berharga dalam kehidupan akhir kita, tidak ada yg sia2 jadinya

      waahh, yang disajikan di atas nampak 'forcing' ya??
      iya sih, aku juga agak ngerasa gitu, tapi ya kita ambil positifnya aja deh, mereka menyatakan "tidak begini" dan "tidak begitu" kan hasil penelitian mereka, bukan opini pribadi..
      yaa, kita persepsikan saja poin2 tsb sbagai informasi, biar bisa lebih halus buat kita terima isinya :D

      thanks rin! happy 19!! :)

      Hapus