Rabu, 05 Desember 2012

2 Desember dan Kebanggan Simbolik


Hari ini adalah hari keduaku mengikuti pertemuan nasional mahasiswa PBSB DEPAG RI di Tambak Beras, Jombang. Bagi yang lain ini adalah hari ketiganya, karena aku baru bergabung di hari kedua. Kantuk sisa semalam rasa-rasanya masih tersisa sehingga banyak agenda hari ini yang aku selingi dengan ‘kegiatan’ mengantuk. Kantuk sisa semalam suntuk menjelajah jalanan Jombang-Surabaya, demi memenuhi euforia kedatanganku di Jawa Timur. Berbekal pinjaman motor, helm, dan seorang rekan seperjuangan di kampus, jadilah malam Ahad 2 Desember ini berasa touring singkat; berkeliling dan tersesat di kota Surabaya untuk sekedar mencari patung Suro-Boyo yang terkenal, bereksperimen dengan kamera handphone yang minimalis dan gambar hasil yang selalu memburam kurang cahaya, berkenalan dengan gigitan nyamuk-nyamuk liar di pinggiran Kebun Binatang Surabaya, mencuci muka dengan gerimis malam Jawa Timur, menikmati keindahan dan kebersihan kota Surabaya, menyaksikan secara langsung tempat kejadian perkara Lumpur Lapindo Sidoarjo, dan meneropong sejumput kehidupan malam Surabaya.


1 hal yang meninggalkan kesan untuk hari ini, MURI dan DEPAG RI. Lagi-lagi aku dipertemukan dengan orang-orang MURI. Kali ini mereka hendak mendokumentasikan rekor atas penulisan esay terbanyak oleh mahasiswa PBSB DEPAG RI. Kabarnya ada sekitar 1700-an esay, angka yang aku sangsikan karena tidak ada objektifikasi dan yang aku ketahui banyak dari para peserta pertemuan nasional yang tidak mengerjakan tugas esay. Jadi? Entah, di setiap momen penganugerahan rekor MURI rasanya selalu sama, kita membeli sebuah gelar dengan uang jutaan rupiah, sedang ukuran kepantasan itu urusan media yang mengemas, tidak ada verifikasi detail otomatis mungkin saja data angkanya tidak valid alias bohong. Aku menyatakan ini karena sempat merasakan langsung menjadi bagian dari Event Organizer yang berurusan dengan rekor MURI di kampusku, tahun 2010 silam.

Banyak yang bersusah payah mencari citra baik tapi sedikit yang memastikan diri mempersembahkan kontribusi yang terbaik. Terjebak dengan simbol, mengurung diri dalam kejumawaan lalu lupa menengok kenyataan hingga yang muncul di matanya adalah kepalsuan-kepalsuan. Semoga kita semua terhindar dari kebanggan simbolik.

Oke, sampai jumpa di catatan berikutnya! Sekarang aku harus membantu perjuangan rekan-rekan penumpang se-bus untuk menyelamatkan bus yang kami tumpangi dari jebakan tanah lumpur J. *teringat kejadian truk amblas sewaktu KKN di Sambas beberapa bulan silam*. Butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk menerima kenyataan bahwa kepulangan kami menuju harus terhambat tanah lumpur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar