Setelah berpamit ke ibu tercinta
dan melewati perjalanan yang penuh dengan syahdunya terpaan air hujan di
jendela bus, hari ini aku berhasil kembali menjelajahkan kaki di tanah
Nyayogyakarta Hadiningrat, Jogja! Alhamdulillaah. Entah sejak kapan rasa
mengharu-biru ini selalu hadir ketika kepulangan kembali ke Jogja. Bagiku Jogja
sudah seperti kampung halamanku sendiri, sampai-sampai ketika ada orang yang
bertanya “di mana rumahmu?” aku jawab dengan “di Cokrokusuman, Jetis, Kota
Jogja, masih ngontrak” seraya tersenyum. Ini logis karena rumah yang di kampung
halaman itu jelas kepemilikannya atas nama kedua orang tuaku. Jadi sementara
ini istilahnya aku bagi menjadi ‘mudik’ atau ‘berkunjung’ atau ‘mampir’ untuk
pergi ke Ciamis dan ‘pulang kampung’ untuk pergi ke Yogyakarta.
Meskipun aku harus mewarnai hari
ini dengan kepanikan sore hari setelah sadar bahwa kunci motorku raib di
perjalanan, tetap menatap masa dengan mantap bahwa tiada peristiwa tanpa
hikmah. Biarlah aku inapkan lagi motorku di penitipan motor langgananku di
terminal Giwangan, besok pagi insyaa-Allaah
aku menjemputnya bersama pawang kunci. Kisah inilah juga yang akhirnya
membuatku kembali merasakan Transjogja setelah berbulan-bulan tidak (bahkan)
menyentuhnya sama sekali.
Tetiba, senandung Yogyakarta-nya
KLA Project mendayu-dayu….
Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja
Di persimpangan, langkahku terhenti
Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, di tengah deru kotamu
(Walau kini kau t’lah tiada tak kembali) Oh…
(Namun kotamu hadirkan senyummu abadi)
(Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi)
(Bila hati mulai sepi tanpa terobati) Oh… Tak terobati
Musisi jalanan mulai beraksi, oh…
Merintih sendiri, di tengah deru, hey…
Walau kini kau t’lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
(untuk s’lalu pulang lagi)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati, oh…
(Walau kini kau t’lah tiada tak kembali)
Tak kembali…
(Namun kotamu hadirkan senyummu abadi)
Namun kotamu hadirkan senyummu yang, yang abadi
(Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi)
Izinkanlah untuk s’lalu, selalu pulang lagi
(Bila hati mulai sepi tanpa terobati)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati
Walau kini engkau telah tiada (tak kembali) tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu (abadi)
Senyummu abadi, abadi…
13 Desember 2012
sumber gambar: www.jeece.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar