Ada haru-biru yang menghiasi
penutup waktuku hari ini, setelah berjalan bersama ruhku sepanjang tapak kaki,
rasanya khusus hari ini. Ada menu rapat pagi, mengantar puluhan pesanan
catering, pelatihan guru di Sekolah Desa Produktif (SDP) Beastudi Etos Jogja,
menyambut tamu dari Sumedang, dan Debat Panel.
Yang dominan menguasai haru-biru
ini adalah kejadian sore tadi, ketika aku kembali memenuhi permintaan untuk
beraksi. Kali ini menempati peran sebagai salah seorang panelis di agenda debat
panel Calon Presiden Mahasiswa (Capresma) BEM KM UGM. Apa gerangan?
Adalah
bilangan tahun yang membuat sore tadi serasa meledakkan haru. Setelah hampir 6
tahun mengawal dan mengikuti kontestasi politik mahasiswa UGM dalam momentum
PEMIRA UGM, ini adalah forum debat panel Capresma BEM KM UGM yang terramai yang
pernah aku ketahui. Tidak bisa aku hitung secara pasti berapa jumlahnya, yang
pasti semuanya memenuhi lebih dari setengahnya ruang selasar FISIPOL UGM. Lebih
dari sekedar ‘terramai’, ada warna lain yang nyata syahdu ketika masing-masing
Capresma Nampak harmonis dan bersahabat satu sama lain, tidak ada aura saling
menjatuhkan.
Dari 4 orang Capresma, satu pun
tidak ada yang asing bagiku. Capresma dengan nomor urut 1 adalah rekan
seperjuanganku ketika mengawal isu kebijakan SV UGM di tahun 2011, beliau
adalah ketua Forum Komunikasi Mahasiswa SV (Forkomsi) UGM di masa itu, seorang
mahasiswa fakultas Hukum program ekstensi S-1 yang berasal dari Papua, Neil
Leonardo Aiwoy. Calon dengan nomor urut 2, adalah rekan seperjuangan di kabinet
BEM KM 2011 ketika merealisasikan program event
Indonesia 100% #3, beliau adalah koordinator Senat Mahasiswa FISIPOL UGM 2012
yang berhasil kembali membangun lembaga eksekutif mahasiswa di FISIPOL setelah
bertahun-tahun hilang, Faisal Arief Kamil. Calon dengan nomor urut 3 adalah
rekan perjuangan dalam mengawal isu internal kampus di kabinet BEM KM UGM 2011,
ketua Korps Mahasiswa Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (KAPSTRA) 2011 yang
di tahun ini memegang amanah lanjutanku di BEM KM UGM 2012, Vandy Yoga Swara.
Terakhir, calon dengan nomor urut 4 adalah rekan dan penerus estafeta perjuanganku
dalam menghidupkan pergerakan mahasiswa di kabinet BEM KMFT UGM 2010, seorang solidarity maker yang juga jago stand up comedy, Yanuar Rizki Pahlevi.
Pada akhirnya agenda debat PEMIRA
seperti ini berlangsung seperti tahun-tahun biasanya, tidak ada debat, hanya
tukar tanya dan jawab. Panelis di sampingku yang ahli debat saja tidak cukup
memberikan pengaruh untuk suasana itu, bahkan dia mengangguk tersipu menyetujui
pernyataanku, “kok aku ngerasa belum
ngapa-ngapain ya, kamu gitu juga gak?”.
Visi-misi dan platform rencana
kerja mereka hanya akan subur di ruangan mimpi, kelak mereka yang menang
ataupun yang kalah hanya akan menjadi pembual ketika semua itu tertinggalkan
begitu saja di lembaran-lembaran ide. Aku sudah cukup merasa overload dengan pengalaman visi-misi dan
platform, membuatku faham di mana
kata bualan nan gombal, faham di mana
kata yang tidak selaras dengan pola pikir dan perilaku pengucapnya, faham kapan
si pengutara tidak yakin dengan gagasannya, dan seterusnya. Pada akhirnya yang
jelas-jelas perjuangan adalah realisasi, implementasi, dan integritas. Sepakat
dengan sebuah idiom “dan perjuangan
adalah menunaikan kata-kata” miliknya W. S. Rendra.
Siapapun kita akan menghadapi
dilema yang sama ketika membawa ide ke tataran realistis dan objektif, kerap
kali kita berjumpa dengan friksi bahkan benturan. Lalu ini selalu menjadi
pertanyaan kritis untuk berkilah dari tuntutan tanggungjawab, “toh mereka yang dahulunya aktivis militan
kok ya sekarang juga ikut-ikut jadi koruptor”. Ironi memang. Dan aku selalu
mempunyai 1 jawaban apologis untuk kasus itu, “mungkin mereka dahulu jadi aktivisnya gak ikhlas, orientasinya serendah
bumi dan sedangkal sandal yang dipijak”. Kalau perlu aku tambahkan dengan
jawaban analogis antara cahaya dan kegelapan; ketika cahaya adalah materi dan
gelap adalah kondisi kosong, hampa, maka cahaya lah yang tentu akan mengisi
gelap lalu menuntun kita melangkah di dalam gelap, bukan sebaliknya. Apa cahaya
yang aku maksud? Adalah apa yang aku pelajari dari Al-Qur’an dan Hadits, yaitu
iman (belief) dan ilmu (knowledge).
Perspektifku pada paragraf di
atas inilah yang akhirnya menuntunku pada pernyataan terakhirku untuk semua
Capresma, “kuatkan tim, dan selesaikan
urusan pribadi!”. Timlah yang membuat kita tersentil untuk konsisten
menetapi jalan yang dipilih. Urusan pribadilah yang biasanya mengalahkan diri
kita untuk akhirnya tidak fokus pada penyelesaian tugas yang jelas-jelas besar
ketika menanggung amanah pengelolaan ummat. Lagi-lagi pernyataanku di atas
hendak aku gunakan, senada, bilangan waktu yang menahunlah yang membuat ini
seolah menjadi sebuah konklusi empiris di fikiranku.
Selamat berjuang Gadjah Mada
Muda! Luruskan niatmu! Luhurkan orientasimu!
15 Desember 2012
Berbagi Kata Kata Motivasi
BalasHapusJangan Pernah Menghitung Kerugian Karena Akan Membuat Kita Malas Untuk Membangun Kembali Usaha Yang Rugi Tersebut. Kerugian Cukup Sebagai Bahan Instropeksi Diri Agar Kita Tidak Jatuh Pada Lubang Yang Sama.moga bermanfaat salam kenal.