Senin, 10 Desember 2012

Berlari bersama Beban


Malam ini aku seperti kehabisan amunisi untuk tidur, namun sudah kehabisan alasan juga untuk tidak tidur. Sesorean tadi aku habiskan waktu di masjid Nurul Islam, sebuah masjid di daerah Jalan Kaliurang kilometer 5, di sana aku tidur bersama pilek, pusing dahsyat, dan meriang yang sejak bangun pagi hari ini mengiringi waktu-waktu. Mungkin masuk angin setelah latihan Tsufuk di bawah gerimis kemarin sore. Itu yang membuatku seperti kehabisan amunisi untuk tidur, tapi untuk tidak tidur pun aku harus menyadari kondisi fisikku yang belum benar-benar pulih.

Alhamdulillaah dalam kondisiku yang begini seharian masih bisa ber-ikhtiar produktif. Pagi-pagi aku isi dengan pendalaman materi untuk kemudian mengisi pelatihan pengurus BEM KM Fakultas Farmasi dari jam 8 sampai jam 10, setelah itu dilanjut ke Masjid Kampus UGM sampai waktu zhuhur untuk mentoring GMMQ (Gadjah Mada Menghafal Qur’an) -walau akhirnya di sana hanya kebagian rapat evaluasi karena aku terlambat datang di hari pertama menjadi mentor ini-, kemudian family time -makan siang bersama adik-, kemudian sampai jam 2 sore mengisi pengenalan dan wawancara calon penerima Beastudi Etos wilayah Yogyakarta, dan.. pusingku setelah itu mencapai klimaks sehingga terkaparlah aku di masjid Nurul Islam. Kejadian setelahnya adalah bangun-tidur-bangun-tidur-bangun ala mbah Surip, bangun untuk sholat, meringis kesakitan, zikir, dan minum, lalu tidur lagi sampai menjelang maghrib. Bakda Isya sampai pukul 21.15 WIB juga masih bisa aku gunakan untuk ikhtiar produktif, mendampingi pembinaan TOEFL iBT untuk adik-adik penerima Beastudi Etos wilayah Yogyakarta angkatan 2010.

Ini sering aku alami, dalam kondisi kesehatan yang memburuk, faktor semangat dan sugesti sangat berpengaruh untuk kelanjutan kondisi itu, menjadi lebih buruk atau terus membaik. Seringkali ketika muncul gejala sakit yang kemudian aku sikapi dengan berfikir negatif pada kondisi itu, maka akhirnya sakitlah yang menemaniku sampai beberapa hari ke depannya. Seringkali juga ketika muncul gejala sakit itu aku sikapi dengan ‘cuek’, terlebih dengan berfikir positif, maka kondisi itu berangsur cepat hilang. Akhirnya hari ini pun aku hanya butuh beberapa jam untuk pulih dan kembali merasa optimal beraktivitas, bi-idznillaah, dengan izin Allah ta’ala.

So, ini menjadi semacam tips yang bisa dicoba, ketika kondisi fisik kita dirasa memburuk, sesungguhnya kita sebagai manusia masih punya modal unsur lain, yaitu akal dan ruh yang bisa mendorong fisik kita terus menuju kebaikan. Akal yang menggiring kita untuk berfikir positif dan mengambil tindakan cepat untuk antisipasi dan pengobatan, kemudian ruh yang menuntun kita pada keikhlasan –dengan syukur dan sabar- atas keputusan Allah ta’ala terhadap diri kita pada saat itu dan selanjutnya. Bukankah sabar dan syukur adalah senjata orang mukmin untuk senantiasa survive dalam kebahagiaan dan ketenangan lahir-batin?

9 Desember 2012, di peraduan lelah

sumber gambar: http://www.123rf.com

3 komentar:

  1. Semua akan terasamanis bro. kalau berjalan bersama beban tanpa banyak pikiran.

    Iya tho?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya brader, ngalir aja.. mengalir bersama visi Ridho Allah ta'ala :)

      Hapus