Entah yang
keberapa ratus kalinya satu kata ini masuk di telingaku, G.A.L.A.U, -kamu juga
mungkin senasib denganku, kecuali kalo
kamu kagak gaul! hehehe- (:p). Kata ini
dipopulerkan lewat judul lagu, bahasa pergaulan di tayangan sinetron-sinetron,
dan iklan provider jasa komunikasi.
Sejak awal 2011 mulai ramai mempopuler, baru lewat setahun. Yakin banget kalau kata ini sudah lahir dari
zaman dahulu kala, mungkin semenjak diresmikan adanya bahasa Indonesia di muka
bumi ini, atau mungkin juga serapan dari istilah bahasa lain yang tentunya
lebih tua. Buka aja buku KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia) atau kamus-kamus Bahasa Indonesia lainnya yang ngendon manis di lemari perpustakaan
atau di tumpukan buku-buku berdebu yang kamu punya (*agak nyindir diri sendiri).
Si kata galau ini ternyata mengandung makna yang gak jauh dari ‘kacau’, ‘gak karuan’, ‘berantakan’, dan saudara-saudaranya
yang lain.
Media
mendeskripsikan galau dengan berbagai fenomena. Bisa kita ikuti
perkembangannya di kotak elektronik ajaib di ruang keluarga kita. Galau itu
kalau putus pacaran, galau itu kalau habis
ditembak buat jadi pacar, galau itu
bingung menentukan pilihan, galau itu kalau gak
punya pulsa dan gak bisa internetan,
galau itu kalau bingung nyari tempat
makan, galau itu kalau kebelet nikah,
galau itu kalau depresi ketemu
masalah keluarga, dan sahabat-sahabat lainnya. Dan lagi, kata ini selalu
disandingkan dengan sosok anak-anak muda. Begitu malangnya anak-anak
muda kita sekarang. Paradigmanya galau terus. Alhamdulillah-nya ada yang
kemudian mengalihkan isu makna asli galau ini ke makna yang lebih apik dan
relijius; G.A.L.A.U à
God Always Listening and Always Understanding.
Kalau kita mempelajari ilmu psikologi tentang
perkembangan kejiwaan seorang manusia pada rentang usia remaja, kita pasti
menemukan karakteristik yang unik. Masa-masa peralihan jiwa kekanak-kanakan
menuju jiwa yang dewasa dalam menyikapi kehidupan. Tidak lagi dominan
menggunakan kata ‘apa..?’ dan ‘bagaimana..?’, tetapi mulai menggunakan kata
‘mengapa..?’ ketika menemukan hal-hal yang mengundang tanya. Mulai mencari-cari
tahu lebih dalam, ada penasaran untuk merasakan, mencari-cari alasan di balik
tindakan, mengkritisi dan meledak-ledak. Sebuah usia dengan potensi besar, bukan
hanya karena energinya saja, tetapi juga pemikiran dan idealisme. Biasanya pada
usia ini menjadi titik balik atau titik tolak seseorang pada fase kehidupan dia
selanjutnya. Seringkali aku menemukan sahabat yang mengalami perubahan pada
fase ini -termasuk aku sendiri-, ada yang alim nan soleh semakin alim nan
soleh, ada juga yang tadinya alim nan soleh kemudian jadi jahil nan bejat, ada juga yang sebaliknya.
Kalau merujuk
kembali pada maknanya yang benar sebagaimana termuat dalam KBBI, maka seseorang
yang berantakan hidupnya, kacau balau, gak
bisa ngurus hidupnya, gak bisa
memenej urusannya, artinya dia galau!! Tugas-tugas gak dituntaskan, amanah-amanah gak
keurus, janji gak ditepati, sekolah
dan kuliah bolos, makan gak karuan
lalu akhirnya sakit-sakitan, artinya dia juga galau!! Gigi menguning jarang
disikat, baju berantakan gak
disetrika, rambut gondrong acak-acakan nan kutuan juga ketombean, aroma badan
bikin lalat jadi sahabat, kuku-kuku panjang penuh kotoran, artinya dia juga
galau!! Galau itu gagal mengelola persoalan dan permasalahan hidup! Anak muda
yang galau adalah anak muda yang berantakan!
Masalah itu
adalah sesuatu yang pasti mengiringi kehidupan manusia. Kalau kita mengaku sebagai
manusia yang beriman dan mempelajari keimanan kita, kita pasti tahu itu.
Sebagaimana yang aku pelajari juga dalam Islam, ketika seorang sahabat
Rasulullah –shallallaahu ‘alaihi wa
sallam-, yaitu Shuhaib bin Sinan –radhiyallaahu
‘anhu- (dikenal juga dengan sebutan Abu Yahya), beliau pernah mengatakan
bahwasanya Rasulullah –shallallaahu
‘alaihi wa sallam- bersabda: "Benar-benar menakjubkan keadaan orang
mukmin itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya
dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada bagi orang lain selain bagi dia,
yaitu jika dia mendapatkan sesuatu yang baik, dia bersyukur, maka hal itu
adalah kebaikan baginya, sedangkan jika dia ditimpa oleh sesuatu yang buruk, dia
bersabar, dan hal itupun adalah kebaikan baginya." (Hadits Riwayat Imam Muslim).
Kemudian juga dari ayat Al-Qur’an, surat Ali ‘Imran ayat 191 yang dahsyat
maknanya.
Syukur dan
sabar itu sikap hidup yang luhur. Kalau merujuk pada hadits di atas, syukur dan
sabar mencirikan kondisi seseorang yang kuat keimanannya, dekat dengan
PenciptaNya. Bener-bener galau yang God
Always Listening and Always Understanding deh! Apapun bagi dia adalah
kebaikan, keistimewaan, tidak ada yang sia-sia, tidak ada yang tidak baik.
Dengan syukur dan sabar, masalah yang datang tidak menjadikan kehidupan seorang
yang beriman serasa kacau-balau dan hancur-lebur. Ada kesenangan tidak membuatnya
melayang-layang meninggi ke langit angan, menahan diri dengan syukur. Ada
musibah tidak membuatnya merundung duka hingga jatuh ke dalam jurang
keputusasaan, menahan diri dengan sabar. Mentransformasikan energi emosi dari
negatif ke positif.
Mentransformasikan
energi emosi dari negatif ke positif?! (Apa-apaan ini?! Sok Keren deh!!). ahaha.. dulu juga aku sempat bingung dengan
istilah ini. Pernah baca istilah ini dari buku ‘Hidup untuk Hidup’nya karya Pak Masrukhul Amri, cetakan MQ Publishing House (salah satu buku
favorit ane nih gan, kecil dan ringan bukunya tapi berat dan dalem banget isinya). Begini, misalkan
lagi marah-marah dan depresi karena mendapatkan nilai ujian jelek, ambillah
sapu ijuk di rumah atau kosan, lalu sapulah lantai rumah sampai licin. Atau
cara lain, ambillah cucian baju-baju kotor kita yang menggunung di pojokan
kamar itu, -daripada dianterin ke
tukang laundry dan menebar amarah- lemparkan
ke dalam ember, lalu siram cucian itu dengan air bersih dan deterjen,
kucek-kucek sekencang-kencangnya sampai kinclong,
kemudian dibilas dan dijemur. Nah, energi marah gak kebuang-buang percuma buat bikin
muka merah dan suara kenceng doang
kan akhirnya?! (:D) Atau cara yang lebih mantap nih, segera ambil air untuk berwudhu, lalu shalat dua raka’at,
istighfar sebanyak-banyaknya –jangan-jangan dan sangat mungkin, musibah yang
kita hadapi adalah buah dari kesalahan yang kita lakukan, misalnya karena gak serius belajar (:p)-, kemudian
membuat resolusi perbaikan dalam belajar.
Anak muda yang
berhasil untuk tidak galau berarti anak muda yang berhasil melampaui
karakteristik usianya pada umumnya. Anak muda yang Dewasa! Anak muda yang Luar Biasa! Dekat
dengan PenciptaNya yang Maha memiliki semua jawaban persoalan hidup. Cerdas
mengelola masalah hidup, tidak berlama-lama menetapi ketidakberesan, tidak
betah menemani kegalauan. *Berat ya kayaknya?!*
Tidak demikian jika diiringi dengan tekad yang kuat dan lingkungan yang
baik-baik. Aku sudah dan sedang menekuninya juga merasakan manfaat demi
manfaatnya (Trust me! It works! #L-M*nModeOn). Bisa dimulai
dengan menegaskan sebuah kalimat di langit-langit jiwa ketika menemukan potensi
kegalauan, “Maaf, aku anti galau!!”.
~17 Juni 2012, dalam perjalanan
Cinta bersama keluarga, antara Yogyakarta, Ciamis, dan Kuningan~
galau menghambat perkembangan kejiwaan manusia,, jadi tidak layak untuk dipelihara...
BalasHapusmending melihara kambing dari pada melihara galau... wkwkwkwk
sepakkatt kang, tapi sayang harganya Kambing lebih muahhaall dibanding galau yang bahkan bisa dipelihara gratisan :D :D
Hapusbetul tuh kang harjo,, daripada melihara mending melihara kucing #eh -_-"
BalasHapusgood post sob
siiippp, tengkyu masberoo!! ;)
HapusGalau Harus Di musnahkan juga! hahaha
BalasHapuskalo ane lebih pasnya "dikelola" bang
Hapusayo tinggalkan galau :D
BalasHapushem tambah pengetahuan dan tambah pahala deh baca hadist di atas :)
ayo kita kemon!! :)
Hapussip, semoga bermanfaat
Super sekali Kang Bro :D
BalasHapus