Beberapa waktu yang lalu di
sebuah grup jejaring sosial, aku mendapatkan sebuah nasihat yang sangat nancep di hati dan fikiran;
"Segala yang karena Allah tidak akan pernah berhenti, sekarang lihatlah apakah ada yang terhenti dari hidupmu? Mengapa? Karena kau tak benar-benar melakukannya karena Allah…
Semakin tinggi ketaatan seharusnya berbanding lurus dengan pengabdian, karena ikhlas yang benar selalu berbuah amal, lantas apa yang sebenarnya terjadi jika amalmu pun tak lagi tampak?"
Nancep?! Ya, karena setelah mendapatkan nasihat itu memoriku
langsung melacak dan menemukan banyak hal yang perlu aku evaluasi dari semua
aktivitasku selama ini. Beberapa hal yang tertunda dan sengaja ditunda,
beberapa hal yang terhenti dan sengaja dihentikan, lalu semua memori itu
semakin menjelma tetesan air hangat di pelupuk mata seketika sampai pada sebuah
simpulan, aku takut kalau semua itu benar-benar tertahan dan terhenti karena
bukan Allah ta’ala yang menjadi
motivasinya.
Pernahkah kamu merasakan bahwa
sedikit pun kamu tidak bisa berimajinasi tentang masa depanmu? Aku pernah
merasakannya berkali-kali, rasanya buram, gelap. Berkali-kali visi masa depan
terhenti, rasanya menyakitkan dan meresahkan nafas hidup. Jangan-jangan itu juga terjadi karena bukan Allah ta’ala yang menjadi motivasi, atau jangan-jangan
usiaku tidak akan sampai ke sana. Allaahu
a’lam. Diagnosisku sementara hanya satu, mungkin aku belum tuntas membangun
himmah yang luhur, motivasi yang
luhur meninggi menembus cakrawala fana.
***
Allaahu-sh-shamad; Allaah, tempat bergantung dan berlindung segala
sesuatu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar