Genap 1 minggu aku di sini,
Papua. Dalam catatan kehidupanku, ini perjalanan terjauh yang pernah aku tempuh
di negeri sendiri, alhamdulillaah. Kali ini bukan sekedar melancong,
tapi memikul amanah yang cukup besar untuk pendidikan di Papua. Teman-teman
di pulau Jawa biasanya langsung respon semacam “wuiihh...!! ngapain lu di
sana??”, nampak heboh. Beberapa respon dengan tambahan penilaian
negatif, “haduh, di sana tuh ya bla bla bla bla.... (dst)”. Konflik lah, budaya
lah, malaria lah, cuaca lah, macam-macam.
Yap, Papua. Jika kita terbiasa
hidup hanya dengan persepsi ideal secara umum, misal; rapi, sejuk, sampah yang ditumpuk
manis di tempatnya, saluran air pemukiman jernih, sapaan ramah, bebas nyamuk,
dsb., aku jamin kita akan kecewa dan ngebet mau kembali pulang sesampainya
di sini. Tapi lain hal jika kita memiliki harapan bahwa kita datang dengan
membagi dan mempelajari kearifan di sini, insyaa-Allaah, kita bisa
menerima kondisi lalu bergerak tanpa menengok keluhan. Salah seorang saudara seperjuanganku
mengatakan “saudaraku, banyak sekali peluang dakwah di sana, selamat!”. Mantap to
persepsi saudaraku itu?!
Oya, 1 hal lagi yang biasanya
membuat orang betah tinggal di daerah sini adalah; uang. Tentunya bagi yang
sudah bekerja. Sudah jadi rahasia umum kalau di sini banyak banget peluang
mendapatkan gaji yang besar, banyak industri/perusahaan besar yang bercokol di
tanah ini. Dari beberapa orang yang merespon keberadaanku di Papua, ada yang
sampai nyeletuk “waahh.. gajinya besar dong ya?!”, atau meng-ameliorasikan
kalimat sejenis itu dengan pertanyaan “wow, berapa gaji kamu dapat?”. Bicara tentang
uang juga, perusahaan-perusahaan di sini menyisihkan sebagian jatah pemasukan
mereka untuk ‘subsidi’ kepada suku yang tanahnya ditempati oleh
perusahaan-perusahaan itu. Jadi, ada, terjadi, warga tidak bekerja tapi punya
banyak harta.
Beberapa fakta dan cerita yang
aku dapatkan, Papua memang daerah dengan otonomi khusus (otsus) yang diberikan
oleh pemerintah pusat negara kita. Pernah mendengar berita tentang Organisasi Papua
Merdeka (OPM)? Itu ada dan resmi. Kabarnya pemerintah gak bisa ngotak-ngatik
agar menjadi normal lagi, bahkan daerah menetapkan ada liburan khusus
dengan judul hari jadi OPM yang biasanya libur selama 2 hari *oya, dapat kabar
dari orang sini katanya di sini liburan nasional biasanya ditambah 1 hari
setelahnya*. Kabarnya, keberadaan OPM sudah di-acc oleh para tetua suku
di sini sehingga ini juga menjadi penguat keberadaan otsus dari pemerintah pusat
untuk Papua. Warga pribumi akan diutamakan dalam posisi birokrasi pemerintahan,
contohnya saja untuk posisi kepala sekolah negeri bisa dipastikan kalau beliau
adalah warga asli Papua. Perusahaan-perusahaan yang ada di sini pun diwajibkan
untuk menyediakan kuota khusus bagi warga asli untuk dikaryakan.
Banyak orang yang aku temui
memiliki persepsi kurang baik terhadap warga asli Papua, apakah itu dari aspek
kompetensi atau karakter. Aku menilainya sebagai kearifan lokal yang memang
tidak bisa disamakan bentuknya dengan kearifan lokal yang dimiliki daerah lain.
Apa yang bisa kita lakukan minimalnya adalah mengetahui, memahami, dan
beradaptasi. Syukur sekali jika berikutnya kemudian bisa berkolaborasi dan
berkarya bersama.
1 contoh bentuk adaptasi yang lumayan
membuatku terbengong-bengong adalah tentang menolong warga pribumi.
Beberapa kenalanku di sini memberikan sebuah petuah –dan ini katanya sudah
menjadi rahasia umum-; “mas, kalau nemu warga pribumi yang jatuh kecelakaan di
jalan, jangan nyamperin apalagi sampai nolongin, meski masnya merasa kasihan
dan ingin menolong! Bukannya kita gak boleh kasian ya mas, tapi taruhannya
kalau gak denda uang besar ya nyawa masnya, masnya bakal dituduh sebagai pelaku
kejahatan kecelakaan itu kalau mendekat atau menolong!”. 1 lagi, kalau menabrak
atau mencelakai binatang peliharaan betina –anjing atau babi- hingga
menyebabkannya mati maka denda yang ditagih ke pelaku pencelakaan tidak hanya
denda untuk 1 ekor yang mati itu, tapi ditambah dengan denda sejumlah potensi
keturunan dari 1 ekor itu, misal sejumlah puting susunya. Dan... aku memerlukan
beberapa menit untuk menghilangkan bengong setelah mendapatkan
petuah-petuah itu.
Bagaimanapun, hatiku sudah
terlanjur jatuh di sini, cinta, hehe.. Pada kesungguhan orang-orang yang aku
temui di sini, kesungguhan untuk maju dan bangkit. Pada harapan yang banyak
didengungkan orang-orang di sini, harapan kemajuan dan kesejahteraan. Hati
siapa pun yang sehat akan tersentuh oleh jiwa-jiwa yang berjuang meski penuh
halangan keterbatasan. Dan hati siapa pun akan melawan pada kejahatan yang
menghalangi perjuangan kebaikan. Mudah-mudahan selama aku ditugaskan di sini
bisa ikut aktif dalam barisan orang-orang yang memperjuangkan kebaikan, berkontribusi
banyak bagi kemajuan dan kesejahteraan peradaban.
***
Timika, 26 Februari 2015
ka, menginspirasi khalayak ramai bingits sih... huaaaa.. pengen ke iriaaaan.. btw, sebenernya bukannya lebih bagus pakai kata irian ya daripada papua? terlanjur banyak yang familiar dengan kata papua sih y..
BalasHapuspasti seru banget ya di sana ka? di sana k iqbal ngapain aja? sama siapa? berbuat apa? *pletak!!! #ditoyorkaiqbal ^^v
semangat berbagi inspirasi dan manfaat ya, ka. mmmm,,itu,,,nggg kalau udah tau seeluk beluk di sana, tar sharing tentang kain2 adat yg ada di sana ya, ka? setau ichi, di sana pakai rajutan, ga ada info soal kain tenun, tapi ga tau deh kalau ternyata ada. eh, kakak pasti bingung ya aku ngomongnya loncat2 kayak masha yg lagi girang? hahaha... abaikan aja ya, ka.. aku emang suka nyepam di blog orang yg aku kepoin :D :D :D
hehe.. makasih banyak Ichi :))
Hapusnama resminya sekarang Papua, dulu sebelum masuk tahun 2000 namanya kan Irian Jaya, dunia cepat berubah di era sekarang, hehe
alhamdulillaah.. bagiku sih seru, mengolah cara komunikasi, mengamati kekhasan, bantu-bantu ngajar, dll.. di sini tinggal sendiri, tapi alhamdulillaah udah banyak kenalan :)
iya, warga lokal memang punya kerajinan khas rajutan, kapan2 nanti mudah2an bisa aku buat tulisan tentangnya ya.
wahh.. sebuah kehormatan dikunjungi dan dikomentari Masha sekece Ichi :))