Sekedar beberapa catatan, tumpahan dinamika rasio dan rasa yang mengiringi perjalanan 1 tahun diriku di 2010. Semoga sedikitnya bisa menginspirasi. Setidaknya membantu melembutkan hati :)
Ketika Jemputan Tertagih
Ketika Jemputan Tertagih
Rintik-rintik merangkai riak-riak
Hujan deras, luapan menghanyut
Demikian, episode kehidupan seringkali menawarkan kejutan
Dalam lelapnya buai lelah
Dalam riangan canda tawa pagi
Dan akhirnya terputuslah kefanaan
Adakah yang tahu di mana batas jiwa?
Yogyakarta, 13 Maret 2010
Batuan yang Melangit
Bagaimanapun bebatu, diamnya menanamkan definisi
Dari peranan kehidupan
Apa yang kau pilih dari bebatu dalam posisinya?
Bebatu yang membumi seringkali melukai kaki-kaki pejuang dan menghalang pandang
Sedangkan menjadi bebatu di angkasa bisa membuat kita bergemerlap
Mengindahkan kelam malam
Mengarahkan para musafir akan tujunya
Menjadi bintang, artinya membumikan nilai-nilai langit
Yogyakarta, 6 April 2010
Angin
Ada air yang menggenang
Dengan tenang dia diinjak-injak dan digilas keriuhan,
Ada air yang bergerak
Dengan dinamikanya dia menggelombang meluluhlantak benteng karang..
Angin telah menjadikannya terdahsyatkan
Membuat partikel-partikelnya bergerak membentuk sebuah resultan, negatif ataupun positif
Angin pulalah pengantar bahtera pada labuhannya
Arah,
Sudahkah angin hidupmu mengarahkanmu pada kehakikian keberadaanmu?
Membuatmu tak ragu pada aral lintang, menerjangnya
Membuatmu sampai pada labuhan harapan
Yogyakarta, 22 September 2010
Belajar dari Kelabu
Apa yang bisa dipelajari dari kelabu?
Yang menggoncang fondasi jiwa
Yang menenggelamkan harapan
Nikmatnya cerah
Dan terpuruknya terjebak dalam gelap
Yogyakarta, 2 November 2010
Refleksi Kebeningan
Seseorang berkata tentang mencipta pelangi
Bagaimanapun juga pelangi terrefleksi dari butiran beningnya air
Merefleksikan Sang Cahaya yang merasukinya
Hanya manusia yang berada di antara Sang Cahaya dan pusat busur pelangi yang bisa merasakan indahnya..
Yogyakarta, 19 November 2010
Introspeksi Cita
Berat menutup mata
Berat menata pejaman
Akumulasi lelah
Menjadi berantak di garis keteraturan
Masih merasa bukan pilihan
Masih memburam dari semburat citaan,
Ah, semoga esok mentari lebih menyala-nyala di jiwa
Yogyakarta, 22 November 2010
Merampok Kejujuran
Seolah mendarahdaging dalam kultur intelektual yang mulai teralienasikan
Mahasiswa bangsaku beramai-ramai mencuri damai
“aku harus bergegas, aku harus meninggi, dan aku tak suka pahitnya juang”
Bagaimana bisa pahlawan terlahir dari kebohongan?
Yogyakarta, 9 Desember 2010
Ajaran Nafsu
Demikianlah nafsu,
Menutup indera sadar..
Mengubur hati dan ilmu..
Yogyakarta, 15 Desember 2010
Jejak-Jejak Pengenang
Beberapa datang,
Beberapa pergi.
Siapapun meninggalkan jejaknya, dangkal tak menyentuh atau dalam menghujam
Mengukirkan rasa dengan jelas
Mengguratkan warna-warna dalam cerita-cerita
Bagaimana denganmu seketika telah kau tunai hidup?
Yogyakarta, 20 Desember 2010
Membumikan Langit
Menapak derap langkah perjuangan
Kaki-kaki kecil kita bertumpu di atas gunungan
Mimpi-mimpi
Menjulang, indah dalam jauh pelupuk
Jiwa kita merona
Dari tujuan kita berangkat
Menetapi perjalanan yang niscaya berat
Karena jalan juang seringkali sepi kontribusi
Mendekat, dan nampaklah curam terjalnya memekat
Di negeri kita berdiri, pengkhianat rakyat masih bernyanyi-nyanyi
Hedonism riang berjingkrak-jingkrak
Hipokrisme ramai terbahak-bahak
Perut-perut mereka penuh dengan pajak-pajak para jelata
Bercampur dengan uang haram lalu mendarah daging
Di bumi tempat kita merangkak
Kebaikan-kebaikan saling memaki dengan congkak
Para pemimpin meninggi dengan mendongak
Para intelektual bermasturbasi dengan ilmu lalu menggaya sengak
Lika-likunya yang pahit akan terasa manis dan merdu kawan
Kala kaki-kaki kecil kita berjalan beriringan
Walau setapak demi setapak yang terseok diseretkan
Kala tangan-tangan lemah kita berjibaku karya
Dan melibatkan Tangan Sang Maha Kuasa
Beramai-ramai menantang realitas, bahwa di sini,
“Masih ada segelintir anak bangsa
Yang jiwanya mengharu-biru menganyam juang
Membumikan keluhuran-keluhuran langit”
Yogyakarta, 26 Desember 2010
Disempurnakan pada 5 Maret 2011 di desa kebangsaan
Seremoni Lepas Bebas
Kala euforia simbolis memenuhi jalanannya, memangsa perubahan esensial sebuah masa.
Kesadaran tak kunjung memenuhi rongga kedewasaan.
Cukuplah sebuah kontemplasi dan aksi.
Ini tahun baru kita;
“Kenapa tak kunjung terperbaharui,
Sedang menanti masa-masa takkan pernah luput dari kelengahan”
Yogyakarta, 31 Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar