Senin, 18 Agustus 2014

Cerita Santri dan Sabun

Dalam kehidupan pesantren, aku selalu menemukan suguhan cerita yang menggelitik saraf senyum. Di pesantren mana pun itu yang pernah aku ketahui. Kesederhanaan dan kemuliaan ilmu di sana adalah kombinasi yang pas untuk menjadikan cerita-cerita di sana memiliki hikmah dan pelajaran, beberapa cerita lainnya menjadi penyegar fikiran dan perasaan. Seperti yang kali ini aku tuliskan, beberapa cerita tentang kehidupan santri bersama sabun yang pernah aku dapatkan selama 6 tahun menyantri di lingkungan santri putra PPHK.

Apa urusan santri dengan sabun? Sesederhana kita memahami relasi manusia normal dengan sabun pada umumnya. Rasa-rasanya, kita –manusia dan normal—tak bisa hidup tanpa sabun, bagai dua sisi mata uang, bagai punguk merindukan bulan, bagai pinang dibelah berduaan, hehe.. namun ceritanya akan menjadi gak biasa dan lebih berbumbu jika sabun dan santri telah bertemu. Berikut ini bukti-buktinya;

  • Jika mendengar kata ‘Pesantren’ atau ‘Santri’, simply and spontaneously, publik akan menerima kiriman salah satu imej yang khas di benak mereka, imej tentang lingkungan atau sosok yang sederhana dan apa adanya --termasuk ‘kebersihan yang sederhana’ dan ‘kotor yang apa adanya’ yang berwujud ‘budukan’ :D. Maka kelanjutannya adalah cerita sabun jenis antiseptic/antigatal yang akrab beredar di dunia ke-Pesantren-an. Nama-nama semacam Aseps* dan Dett*l adalah nama-nama sabun yang familiar di sana meski harganya lebih mahal dari harga jenis sabun normal, mereka mendapatkan tempat tersendiri di hati dan kenangan mayoritas para santri.

  • Sejak masuk era millennium baru, popularitas sabun batangan disaingi oleh popularitas sabun cair yang harganya lebih mahal dan wujudnya lebih praktis meski lebih cepat habis. Mayoritas para santri kemudian menyimpulkan betapa lebih ‘mulia’nya sabun cair jika dibandingkan dengan sabun batangan. Para santri, dengan keterbatasan fasilitas dan finansial mereka, kemudian berfikir bahwa sabun cair adalah juga sabun batangan yang dibuat sedemikian rupa sehingga wujudnya berubah dari padatan menjadi cair. Maka kelanjutan ceritanya adalah cerita kreatif para santri yang mengiris-iris, memarut, dan meng-uleg sabun batangan mereka, kemudian mencampurnya dengan air, mengaduknya hingga campurannya menjadi –kalau dalam bahasa Ilmu Bahan Teknik—homogen, lalu adonan itu dimasukkan ke dalam botol bekas kemasan sabun cair. Walhasil?? Salah satu masterpiece mereka itu tak pernah menjadi se’mulia’ sabun cair yang asli. Resep ini boleh dicoba meski terbukti gagal. #angkatjempol

  • Entah kenapa seringkali aku menemukan sabun batangan di dasar bak mandi Pesantren. Apakah itu salah satu upaya kritis, kreatif, dan praktis para santri untuk mandi dengan bersih?? Entahlah, fenomena ini sampai sekarang masih menjadi misteri..

  • Di dunia santri, selain untuk membersihkan badan, sabun juga difungsikan alat antri mandi yang paling praktis dan ekonomis. 1 batang sabun –atau satu botol sabun cair-- dalam 1 baris antrian kamar mandi bisa berarti 1 sampai 10 orang. Apakah mereka join-an satu sabun untuk banyak orang? Dalam beberapa kasus, jawabannya adalah ‘ya’.

  • Cerita yang terakhir ini beberapa kali pernah aku temukan di Pesantren, gak sering, di sebuah rak tempat penyimpanan alat-alat mandi para santri di sebuah asrama putra. Entah apa maksud si pemilik sabun yang mengukir sebuah lubang di tengah-tengah sabun batangannya. Fenomena yang ini pun sampai sekarang masih menjadi misteri. Si pemilik tidak mau menjawab secara gamblang saat ditanyai maksud kelakuan kreatifnya itu. Mungkin itu dimaksudkan agar bentuk sabun menjadi lebih ergonomis dan gak mudah selip pas digenggam.


Hhhmmmhhh… apa lagi ya?? Sementara baru 5 cerita itu yang aku ingat. :D

Rekan-rekan pembaca tulisan ini, pernah menjadi santri?? Atau pernah menemukan fenomena lainnya tentang sabun dan santri?? Boleh lho ikutan berbagi di sini. :)


Yogyakarta, 18 Agustus 2014

3 komentar:

  1. kirain sabun nya buat apaaaa gtu,. hehehehe

    BalasHapus
  2. Inspirating. Pernah menjadi santri dimana? PPHK: Pondok Pesantren Husnul Khotimah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba Noni Frista, benar Ponpes Husnul Khotimah :)

      makasih banyak ya mba atas kunjungannya

      Hapus