Sepoi-sepoi angin malam nyata dan maya turut membawa lirih syair sunyi:
Sekeping hati dibawa berlari
jauh melalui jalanan sepi
jalan kebenaran indah terbentang
di depan matamu, para pejuang
tapi jalan kebenaran, tak akan selamanya sepi
ada ujian yang datang melanda
ada perangkap menunggu mangsa
Akan kuatkah kaki yang melangkah
bila disapa duri yang menanti
Akan kaburkah mata yang menatap
pada debu yang pastikan hinggap
berharap senang dalam berjuang bagai merindu rembulan di tengah siang
JalanNya tak seindah sentuhan mata
pangkalnya jauh, ujungnya belum tiba..
(Saujana, Suci Sekeping Hati)
***
Banyak orang yang memilih keramaian, karena yang terlihat di
sana adalah sukacita kendati fana. Dan sedikit yang memilih untuk menepi dari
kegerahan ramai lalu merebah diri dalam sunyi, di bawah teduh Kasih Sang Maha
Pengasih.
Ini bukan hanya tentang kisah memadu tali kasih antara dua
jiwa manusia, --karena pasti ruang terbesar alam sadarmu lalu memerah semu dan
membayang candu padanya atas kata ‘cinta’--. Ini tentang keberadaan nyata kita
yang tersangkut pada akar-akar kehidupan, terjerat jebakan-jebakan mangsa
kebuasan, terkurung jaring-jaring bangsa penguasa. Hingga rasanya tidak ada
jalan selain membawa luka, melarikan diri dalam arus sungai yang mengalir deras
menuju muara, lalu terseret ombak menuju pantai kawanan buih-buih. Tidak banyak
yang berlari melawan arus untuk mendaki ketinggian diri dalam kekalutan. Tidak
banyak yang melihat lalu meraih tali-tali akar menggantung yang halus dalam
rabun kepanikan. Tidak banyak yang menemukan batang-batang pohon kokoh terjulur
di bawah air keruh yang menghanyutkan.
Menepi dari keramaian fana berarti melawan arus deras
penistaan harga diri fitri manusiawi. Memilih sunyi berarti hanya mengharap
jawab dan puji dari Sang Maha Menjawab dan Maha Terpuji. Hingga kita saksikan
bahwa ramai berlomba mencaci dan sunyi menjadi karib hari-hari. Dan ketika
mereka yang berjubah kawan akhirnya memilih lisan lawan, tinggallah sunyi dan Sang
Maha Suci yang benar-benar mengenali diri.
Katakan pada cinta;
“Bekerjasamalah denganku!”
Lalu berikan padanya catatan mimpi-mimpimu
Yang merangkum warna-warna indah dalam keabadian
Warna-warna celupan dari Sang Maha Kasih
Yang tak terkontaminasi polusi paradigma
Dan rasakanlah, bahwa getarannya kini adalah getaran iman,
Saat bibir dan lidah lahir-batinmu akrab dengan pemilik sejatinya
Dan nikmatilah, bahwa kehangatan itu menjadi karib sunyimu,
Saat keramaian menolak akrab pada putusan pemilihan sadarmu
(Jalan Sunyi Cinta, 29 April 2013)
***
“Dan katakanlah: ((Bekerjalah
kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan
yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan)).”
(At-Taubah : 105)
*) catatan renungan tengah malam yang sunyi
nice words :D
BalasHapussemoga bisa difahami secara nice juga :D
Hapusbetween love and dream..
BalasHapushttp://justthesimplyme.blogspot.com/2013/05/antara-cinta-dan-mimpi.html