Senin, 09 November 2015

Semuanya Berubah

Semuanya berubah setelah kamu hadir di keseharianku. ‘Kita’ menjadi lebih sering berdefinisi aku dan kamu. Sehingga aku adalah kamu, kamu adalah aku.

Semuanya berubah setelah kamu menemaniku belajar tentang cinta. Aku merasa cintaku bertambah, tak mengurangi deretan cinta yang pernah aku bangun di atas garis yang membentang antara aku dan orang-orang di sekitarku. Bukan cinta tentang kepuasan pada rupa, harta, dan tahta. Ia seperti melakukan lompatan yang tinggi dan jauh hingga tidak ada lagi aku temukan jurang yang menganga dan menawarkan diri untuk diisi.

Semuanya berubah setelah kamu menempati ruang-ruang perhatianku. Aku tidak lagi was-was khawatir saat ada pesan curahan hati pribadi mengisi kotak masuk pesan di telpon genggamku, karena jika itu bukan datang darimu kita akan membagi perhatian dengannya bersama-sama.

Semuanya berubah setelah kamu menguasai ingatanku. Ada yang menggelitik tawa untuk bahagia dan membocorkan kantung-kantung air mata untuk kerinduan. Deretan peristiwa kita telah membuatku tidak lagi betah bersendiri di keramaian, aku ingin selalu cepat pulang dan menarikmu secepat kilat ke pangkuan.

Semuanya berubah setelah kamu duduk di ruang makanku. Aku menjadi rakus pada menu-menu kebersamaan denganmu. Berhadapan ataupun bersebelahan. Menikmati makan sendirian adalah ungkapan paradoks, rasanya hambar, hampa, dan duka. Hingga dalam hitungan waktu yang singkat, endapan bumbu cinta yang kamu bubuhkan pada masakanmu membuat badanku semakin berat, membuatku merasa berat untuk melangkah melepas gandenganmu yang erat.

Semuanya berubah saat kamu menerimaku menjadi bagian dari masa depanmu. Tidak ada aku di imaji masa depan. Ada kita dan cinta untuk semua hal di sekitar kita.

Aku berubah. Kamu berubah. Kita berubah. Orang-orang di sekitar kita berubah. Semua hal di sekitar kita berubah.


***

Jakarta, 9 November 2015



Tidak ada komentar:

Posting Komentar