Selasa, 27 Maret 2012

Eksplorasi Makna Ukhuwwah: Tentang Ekspresi dan Aktualisasi Ukhuwwah

Dia adalah tautan rasa kepemilikan atas darah, jiwa, cinta, empati, ideologi, sejarah, prinsip, ‘aqidah. Kemudian beberapa menganalogikannya sebagai kerinduan untuk perjumpaan, beberapa yang lain memaknainya sebagai kebersamaan yang syahdu, beberapa yang lainnya lagi mengumpamakannya sebagai sinapsis-sinapsis dalam sistem jaringan syaraf. Identik tapi unik.

Dia adalah jutaan jiwa dalam satu tubuh. Jika kaki kita terantuk karang, tangan tak kuasa berdiam untuk meraihnya, mulut tak ambil pusing untuk menunjukkan ekspresi termanyun-manyun lalu mengaduh, mata tak tega untuk tidak menggenangkan sedihnya, dahi tak tertahan untuk tidak mengerutkan keprihatinan. Dalam ukhuwwah kita mencoba untuk merangkai lengkung rasa yang sama; senyum dengan senyum, cemberut dengan cemberut, dan yang luar biasa adalah cemberut dengan senyum.

Menyambungkan ukhuwwah berarti; melapangkan anugerah, memanjangkan asa hidup, membangun peradaban mulia di beragam dimensi –bahkan kelak hingga di dimensi keabadian, akhirat-. Ada yang mengangkat makna bahwa lubang jarum tidak terlalu sempit bagi mereka yang saling merangkai cinta dan bumi tidak cukup luas bagi yang saling merangkai murka, ada juga yang mengatakan bahwa ribuan teman masih terlalu sedikit dan satu musuh itu terlalu banyak. Dia bisa mengukirkan senyum kesembuhan dalam jengukan cinta, dia juga bisa menyambungkan harapan dan cita-cita.

Ukhuwwah. Lika-likunya selalu memancing tanda tanya, lalu terjawab ketika memahami bahwa warna jiwa setiap manusia itu berbeda. Ada yang selalu menuntut kehadiran jasad, ada yang beringsut jika tidak mendapatkan gandengan tangan, ada yang cemberut ketika tidak dianugerahi sapaan, ada yang cemburu ketika berpaling perhatian, ada yang merasa cukup dengan pernah berjumpa dan mengetahui nama, ada yang merasa puas dengan cukup mengagumi, ada yang merasa terpenuhi sekedar mendapatkan pertolongan. Dia memang tidak cukup dengan hanya memiliki berbagai data tentang individu, tapi juga menuntut kefahaman atas beragamnya warna jiwa, menagih uluran tangan, menyiapkan bahu untuk bertopang, dan menyediakan punggung untuk perlindungan.

Ukhuwwah memang unik. Kebersamaan yang dirajut bersama sekian lama seringkali nyaris hambar, namun kadang muncul berjuta rasa ketika selang waktu memisah. Langkah-langkah yang diangkat berderapan seringkali bernada sumbang, namun syahdu ketika tinggal kenang yang bertuah.

Dalam suatu episode guru peradaban kita yang agung –shalawat dan salam senantiasa tercurah baginya- pernah mengajarkan; “jikalau kamu mencintai saudaramu, beritahukanlah kepadanya”, di lain episode dia juga mengajarkan; “do’a kebaikan dari seseorang yang terlantun secara diam-diam dalam tulus untuk saudaranya adalah do’a yang akan dikabulkan”. Bahkan beliau juga pernah mengajarkan ada juga efek yang mengerikan ketika ukhuwwah kita bermasalah, kita terancam vonis ketidaksempurnaan iman ketika tidak mencintai saudara kita sebagaimana kita mencintai diri kita.

Tentangku sendiri, aku adalah satu dari sekian jumlah individu yang senang membangun ikatan namun tidak banyak kuasa untuk menciptakan kehadiran. Bukan orang yang getol mengirimi pertanyaan dan pernyataan seputar kabar. Bukan orang yang sigap menjawab dan menyikapi pertanyaan dan pernyataanmu. Seringkali hati masygul dan kewalahan ketika ada yang menuntut kebersamaan, seringkali juga sungkan untuk mampu menyatakan pertolongan. Ada khawatir dinilai tidak bersikap adil, ada juga khawatir ketika kamu menjadi repot atas ulah-ulahku. Hingga akhirnya ada dua kemampuan yang paling banyak aku latih dalam ukhuwwah, adalah kemampuan menghadirkan lengkung senyuman yang simetris dengan kerutan di sisi mata dan kemampuan untuk merubah kata “aku” menjadi “kami” dalam setiap bisikan lantun do’a-do’a. Dari situ aku hendak memberitahumu bahwa bagaimanapun ekspresi dan aktualisasi ukhuwwahku yang tidak pernah sesempurna guru-guru kita, aku selalu berusaha untuk melatih ketulusan membangun ukhuwwah bersamamu.

Kawan, teman, rekan, sahabat, saudara, saudari, keluarga. Kini mungkin walaupun dalam ragam warna rasa kita masih merangkai ukhuwwah, kebersamaan. Kelak dalam barzakh kita akan ditempatkan dalam kesendirian. Entah gelap atau terang, entah sempit atau lapang, masing-masing kita sendiri. Dan kelak akhirnya Jahannam dan Jannah akan membuat kebersamaan kita kembali terrangkumkan, memanen benih-benih ukhuwwah yang kita tanam semasa kefanaan. Semoga menara-menara cahaya di Jannah-lah tempat kita memanennya.



Yogyakarta, 26 Maret 2012

Inspirasi;
-          Al-Qur’aan Al-Kariim (Al-Anfaal : 63, Al-Hujuraat : 10-13)
-          Ahaadiitsu Rasuulillaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
-          Dalam Dekapan Ukhuwah, Salim A. Fillah
-          http://www.oocities.org/rohim94/kreasi/ukhuwah.html

1 komentar:

  1. Kunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal - hal yang Anda takuti.
    tetap semangat tinggi untuk jalani hari ini ya gan ! ditunggu kunjungannya :D

    BalasHapus