Minggu, 27 November 2011

Dialog Diri: Renungan Awal Hidup di 1433 H

Selamat datang di dunia renunganku. Mari kita mulai perjalanan renungan di sini dengan lafazh basmalah, wujud ungkapan harap agar perjalanan kita diiring petunjuk-petunjuk. Selanjutnya mari mengiring perjalanan ini juga dengan lafazh hamdalah, wujud ungkapan syukur bahwa saat ini kita sedang memanfaatkan anugerah penglihatan, bahwa saat ini kita sedang memanfaatkan anugerah waktu, bahwa saat ini kita masih berada dalam jasad dan kesadaran yang diamanahkan Tuhan kita.

Wahai diri, ada satu pertanyaan reflektif yang hadir di renungan hari ini; “jika di awal Muharram ini kita diberikan ruang-ruang lega untuk diisi ragam warna harapan dan rencana pada rentang waktu satu tahun ke depan dan selanjutnya, apa yang mau dan bisa kita isi?” Di belahan bumi lainnya, -diketahui atau tidak-, ada mereka yang telah tunai masa mengumpulkan amal hidupnya di dunia, mungkin dia kenalan kita, mungkin orang yang sangat dekat dengan kita, dan mungkin antara kita dengannya belum pernah ada singgungan fisik dan maya sedikit pun. Siapa yang kemarin masih ada dan sekarang sudah tidak ada? Aku yakin, tunainya masa hidup itu menghampiri mereka dengan tidak kompromistis, entah kapan itu akan sampai pada giliran diri kita. Sudah siap melanjutkan perjalanan hidup di dimensi dunia atau di dimensi keabadian?


Wahai diri, ingatlah bahwa ada satu nilai mendasar yang sampai saat ini dirimu yakini bahwa menjadi orang yang beruntung, merugi, ataukah celaka, kesemuanya hadir dalam pilihan atas kesadaran kita. Bahkan dalam sesepele peristiwa kita berpapasan dengan seorang asing pun kita diberi pilihan untuk sekedar melewatkannya berlalu dengan urusannya, atau melemparkan senyum-sapa-salam. Terlebih jika kita berada dalam pengakuan bahwasanya ketaqwaan menjadi bagian dari diri kita, Sang Maha Mengetahui setiap peristiwa telah mewanti-wantikan untuk kerap memperhatikan apa yang akan dilakukan di hari esok. Perencanaan untuk tindakan yang lebih baik adalah pilihan mutlak untuk diambil.

Wahai diri, baru saja sepagi tadi kita ‘dipaksa’ untuk menyegarkan memori dan kesadaran tentang esensi hidup oleh panitia upgrading Komunitas Fisika Gadjah Mada (KFGama), -semacam konsep Rabbaaniyyiin di dalam Al-Qur’an surat Ali ‘Imran : 79, ‘dengan mengajar, sebelumnya kita diharuskan belajar terlebih dahulu’- :). Inspirasi tentang esensi hidup yang kita bagi di forum tersebut pernah kita dapatkan dari rekaman materi Born to Fight yang disampaikan motivator Reza M. Syarif dalam acara ceramah Subuhnya di sebuah stasiun televisi swasta Indonesia beberapa tahun silam. Beliau menyimpulkan bahwa rahasia sukses Rasulullah saw., -bahkan sampai dideklarasikan sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia oleh Michael H. Hart di dalam buku tulisannya, The 100- ada tiga hal; Iman, Hijrah, dan Jihad.

Iman/belief/motivation, sebagai fondasi yang menentukan ketangguhan jiwa seseorang dalam menghadapi luapan realitas dunia yang mengikis ketangguhan prinsip. Hijrah/transform, sebagai konsekuensi perubahan untuk perbaikan, perubahan yang berarti pindahnya seseorang secara abstrak dan fisik menuju nilai-nilai yang lebih baik. Jihad/fight/struggle, sebagai wujud kesungguhan, totalitas dan integritas, kesatuan jiwa-raga untuk mewujudkan perbaikan.

Wahai diri, hari ini kita menghadapi sebuah momentum tahunan berjudul tahun baru Hijriyyah, genap pada hitungan ke-1433. Menjadi orang yang beruntung, merugi, ataukah celaka, -aku deklarasikan kembali bahwa- kesemuanya hadir dalam pilihan atas kesadaran kita.

Jika pilihannya beruntung, setidaknya tiga faktor di atas bisa menjadi pegangan bersikap dan bertindak. Sejauh perjalanan kita hingga saat sekarang ini, seberapa besar upaya kita mengokohkan iman? Sedangkan rasa-rasanya berkali-kali bangunan imanku runtuh oleh indahnya dunia nyata. Sudah siapkah melangkahkan hijrah? sedangkan hijrah berarti menerima konsekuensi untuk keluar dari kenyamanan menuju ketidaknyamanan, keluar dari certainty menuju uncertainty. Cukup yakinkah untuk bertahan dalam jihad? Karena dengan jihad berarti siap menanggung luka-luka perjuangan, siap menerima rasa pedih berjalan di atas duri-duri, dan menanggung kesemuanya dalam konsistensi waktu lama.

Jika pilihannya adalah merugi atau celaka? Maaf, sebaiknya kita tidak memasukkannya dalam pilihan hidup kita. :)

Wahai diri, terakhir, aku ingin mengajakmu mengulang pertanyaan reflektif di atas, pertanyaan yang jawabannya akan kita lihat jelas di tahun depan atau di akhirat kelak; “jika di awal Muharram ini aku diberikan ruang-ruang lega untuk diisi ragam warna harapan dan rencana pada rentang waktu satu tahun ke depan dan selanjutnya, apa yang mau dan bisa aku isi?”.

M. Iqbal Muharram R.
Yogyakarta, 27 November 2011/ 1 Muharram 1433 H


Inspirasi:
- Al-Qur’an
o Al-Hasyr : 18
o Ali ‘Imran : 79
- Ahaadiitsu Rasuulillaah saw.
- Ceramah Born to Fight, Reza M. Syarif
- Buku ‘The 100’, karya Michael H. Hart
- http://www.dapunta.com/100-tokoh-dunia-paling-berpengaruh-versi-michael-h-hart/1836.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar