Senin, 31 Desember 2012

Renungan ‘Sekuat Sekemampuan’


Perjalanan panjang hari ini benar-benar menusuk kesadaran dan komitmen. Kesadaran dan komitmen atas diriku yang bukan milikku sendiri. Aku adalah milik Allah ta’ala, sehingga seharusnya setiap langkah kaki dan jibaku jiwa raga berangkat dariNya dan bertolak menujuNya, penghambaan yang dirajut oleh ketaatan dan kecintaan yang sempurna.

Apa yang kamu perbuat di atas bai’at (janji setia) yang kamu lakukan? Bersatu-padu membentuk rangkaian ketaatan yang penuh dan bermakna ridha Allah ta’ala melalui ridha pemimpinmu? Ataukah sekedar lepas tanggungjawab? Ataukah pembangkangan tersembunyi? Ataukah pembangkangan yang nyata?”, berkali-kali pertanyaan ini menghujam dalam-dalam.

Berjumpa, Bersinergi Kontribusi dan Berpisah karena Allah Ta'ala

Senin yang tidak seperti biasanya, pagi tadi aku tidak merasa terdorong untuk menggarap penelitian kompositku. Biasanya satu jam sebelum penelitian sudah ada kiriman SMS pengingat, kali ini tidak ada. Aku maklum, rekanan penelitianku ini pasti memanfaatkan liburan panjangnya kali ini untuk pulang kampung ke Bekasi, biasanya begitu. Di samping itu juga aku memang sudah bertekad hari ini meninggalkan Jogja seharian untuk berada di Magelang dalam rangka memenuhi undangan syukuran beberapa rekan perjuanganku sekampus yang baru saja diwisuda menjadi sarjana di November kemarin.

Minggu, 30 Desember 2012

Barakah


tidak ada kebahagiaan untuk pertemuan yang merajut dosa-dosa dan kenistaan

tidak ada kesedihan untuk perpisahan yang membuahkan kebaikan-kebaikan

ridha Allah ta'ala, barakah...

Rabu, 26 Desember 2012

Mandi


Ah, sejuk rasanya dan hilang semua penat. Kata sebuah teori, mandi bisa menghilangkan setengah dari kadar lelah. Aku mengamininya lagi kali ini, mandi memang benar-benar bisa mengurangi rasa lelah lahir-batin. Setelah seharian berjibaku, mondar-mandir di jalanan kerjaan hanya dengan modal mandi pagi kemarin, akhirnya aku menemukan waktu untuk mandi, meski ini harus menjelang tengah malam. Bahkan bukan hanya lelah, kotoran fisik dan non fisikpun bisa lepas dengan mandi.

Belajar Menjadi Negarawan dari Supir Taksi


Sepi tiba-tiba menjadi ramai, beku tiba-tiba menjadi cair. Memang  benar prinsip komunikasi efektif yang menyebutkan bahwa untuk terikat dan melibatkan lawan bicara dalam topik pembicaraan kita adalah dengan membahas hal-hal yang membuat lawan bicara kita tertarik, sore tadi aku menambah pembuktiannya. Terjadi di dalam taksi yang berangkat dari Bandara Adisutjipto Yogyakarta menuju Wisma MM UGM. Sore hari ini aku memang mendapat tugas mulia untuk menjemput dan mendampingi tamu yang datang dari Jakarta, manajemen pusat Beastudi Etos Dompet Dhuafa. Mereka datang untuk meramaikan akhir pekanku ini dengan agenda monitoring-evaluation (monev) dari manajemen pusat ke manajemen daerah di Yogyakarta.

Minggu, 23 Desember 2012

Warna Akhir Pekanku, Warna Hari-Hariku

Sepertinya aku sudah lupa bagaimana rasanya akhir pekan. Suatu masa yang digunakan oleh sebagian banyak orang untuk keluar dari jibaku jam kerja mereka dan masuk ke masa bercengkrama dengan orang-orang terkasih, relaksasi, meregangkan otot-otot dan urat-urat yang menegang di 5 hari kerja. Kehidupanku berada pada pola yang bertolak belakang dengan ‘mainstream’ itu, orang-orang bilang ‘anti mainstream’, sehingga akhir pekan justru adalah momentum bagiku untuk membuat otot-otot dan urat-uratku semakin menegang.

Jumat, 21 Desember 2012

Bersama CaPresma UGM 2012, Belajar Menunaikan Kata-Kata


Ada haru-biru yang menghiasi penutup waktuku hari ini, setelah berjalan bersama ruhku sepanjang tapak kaki, rasanya khusus hari ini. Ada menu rapat pagi, mengantar puluhan pesanan catering, pelatihan guru di Sekolah Desa Produktif (SDP) Beastudi Etos Jogja, menyambut tamu dari Sumedang, dan Debat Panel.

Yang dominan menguasai haru-biru ini adalah kejadian sore tadi, ketika aku kembali memenuhi permintaan untuk beraksi. Kali ini menempati peran sebagai salah seorang panelis di agenda debat panel Calon Presiden Mahasiswa (Capresma) BEM KM UGM. Apa gerangan?

Setelah Berlelah


Sepertinya aku akan terlelap hingga fajar menyela ketidaksadaranku, di sini, di masjid Mujahidin Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Setelah melalui lelah bersama menu rapat pagi, bersama pawang kunci di Terminal Giwangan untuk menyelamatkan Hamraa, bersama hujan siang hari, bersama menu rapat penutup terang hari, dan bersama diskusi pengujian kapasitas debat, akhirnya aku (nampaknya) akan menutup lelah dengan melabuhkan diri mengaji bersama adik-adik bimbingan mengajiku.

Selasa, 18 Desember 2012

Pulang ke Yogyakarta


Setelah berpamit ke ibu tercinta dan melewati perjalanan yang penuh dengan syahdunya terpaan air hujan di jendela bus, hari ini aku berhasil kembali menjelajahkan kaki di tanah Nyayogyakarta Hadiningrat, Jogja! Alhamdulillaah. Entah sejak kapan rasa mengharu-biru ini selalu hadir ketika kepulangan kembali ke Jogja. Bagiku Jogja sudah seperti kampung halamanku sendiri, sampai-sampai ketika ada orang yang bertanya “di mana rumahmu?” aku jawab dengan “di Cokrokusuman, Jetis, Kota Jogja, masih ngontrak” seraya tersenyum. Ini logis karena rumah yang di kampung halaman itu jelas kepemilikannya atas nama kedua orang tuaku. Jadi sementara ini istilahnya aku bagi menjadi ‘mudik’ atau ‘berkunjung’ atau ‘mampir’ untuk pergi ke Ciamis dan ‘pulang kampung’ untuk pergi ke Yogyakarta.

Menanam Pohon, Menanam Harapan


Deklarasi syahadat itu harus dirayakan
Tidak sekedar pengakuan keTuhanan dan keRasulan
Merasakan getaran kebenarannya di sanubari jiwa
Mengucapkannya, kata-kata tentang rasa
Bekerja semaksimalnya, sekuat sekemampuan raga

Kamis, 13 Desember 2012

Sepotong Dialog tentang Episod Masa Depan


Pagi hari tadi akhirnya aku berhasil mewujudkan tujuanku, aku sampai di kampung halaman dengan selamat, lalu berbincang ringan dengan ibuku, alhamdulillaah. Dari beragam bahasan sampailah ibuku itu berbicara tentang saudara sepupuku yang berencana menikah. Obrolan yang sensitif untuk mahasiswa seumuranku, sebagaimana yang sering terjadi di kampus. Jadilah aku akhirnya terlibat mencurahkan segenap gagasanku tentang tema itu ke ibuku, bertanya-tanya berapa biaya umum yang dikeluarkan untuk sebuah prosesi pernikahan dan paket walimahannya sampai bercerita rencana targetan waktuku untuk menikah. Singkat dan sederhana sekali respon beliau, “silakan saja dengan siapa pun dan kapan pun, asalkan salihah, bagus agamanya, dan jangan sampai merepotkan ibu”.

Rabu, 12 Desember 2012

BEM dan PEMIRA di Mataku: Sebuah Catatan Singkat Perjalanan dan Pemikiran


Suasana kampus nampaknya sudah mulai kembali hiruk-pikuk dengan gambar-gambar calon ketua organisasi mahasiswa, khususnya organisasi mahasiswa bernama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Hiruk-pikuk momentum regenerasi tahunan ini dikemas dalam konsep demokrasi yang berwujud pemilihan langsung (PEMILU) dan diikuti oleh seluruh entitas mahasiswa program strata 1 (S-1) dan Diploma (Sekolah Vokasi, SV) UGM. untuk konteks fakultasku dinamai Pemilihan Umum Teknik (PEMILU Teknik) dan untuk konteks skala Universitas dinamai Pemilihan Raya Mahasiswa (PEMIRA). Sebagai mahasiswa yang sampai sekarang masih menekuni Tugas Akhir kuliah, insyaa-Allaah –jika Allah ta’ala menghendaki ada umur yang sampai- ini akan menjadi PEMILU Teknik dan PEMIRA ke-6 yang aku ikuti dan sekaligus terakhir. Fyuhh, rasanya aku berada dalam perjalanan yang cukup panjang di kampus ini ketika melihat angkanya.

Selasa, 11 Desember 2012

Sebuah Perjalanan tentang Ibu

Aku terbangun dalam gigilan yang sangat dahsyat. Rasa dingin inilah yang membuatku akhirnya harus tersadar dari tidur. Entah sejak kapan dinginnya AC bus yang aku tumpangi ini terasa semakin menggila. Sesegera mungkin aku tutup 2 katup AC di atas bangkuku, dan aku rapatkan penuh risleting jaket yang aku pakai. Syal oleh-oleh perjalanan ke Dieng yang aku bawa akhirnya terasa penuh manfaatnya, aku lilitkan tak menyisakan celah kosong di bagian leher. Aku merogoh saku mencari sarung tangan, cuma menemukan bagian tangan kanan, -innaa lillaahi- aku baru ingat kalau yang bagian kirinya jatuh tak terselamatkan di terminal beberapa jam lalu sewaktu terburu-buru naik bus. Sayangnya sandal jepit yang aku pakai tidak bisa sedikitpun diandalkan untuk mengurangi rasa dingin. Sejadinya aku meringkuk di atas bangku selebar jatah 2 bokong itu, usaha yang masih terasa sia-sia untuk menghilangkan ancaman dingin.

Senin, 10 Desember 2012

Berlari bersama Beban


Malam ini aku seperti kehabisan amunisi untuk tidur, namun sudah kehabisan alasan juga untuk tidak tidur. Sesorean tadi aku habiskan waktu di masjid Nurul Islam, sebuah masjid di daerah Jalan Kaliurang kilometer 5, di sana aku tidur bersama pilek, pusing dahsyat, dan meriang yang sejak bangun pagi hari ini mengiringi waktu-waktu. Mungkin masuk angin setelah latihan Tsufuk di bawah gerimis kemarin sore. Itu yang membuatku seperti kehabisan amunisi untuk tidur, tapi untuk tidak tidur pun aku harus menyadari kondisi fisikku yang belum benar-benar pulih.

Minggu, 09 Desember 2012

Lelah yang Menyenangkan (dan Berpahala?)


Setelah beberapa pekan absen nongkrong di utara gedung Grha Sabha Pramana (GSP) UGM, akhirnya di sore hari ini aku berhasil memiliki jadwal kosong yang bisa dimanfaatkan untuk beranjak ke sana, latihan rutin Tsufuk. Tsufuk itu salah satu aliran beladiri Thifan Po Khan, sebuah aktivitas perguruan beladiri yang sudah aku geluti sejak kelas 7 Madrasah Tsanawiyyah (MTs), sekitar 11 tahun yang lalu. Masa yang lama untuk membuatku tetap merasa bodoh dan penakut. Dan perasaan itulah yang selalu membuatku rindu untuk terus berlatih.

Sabtu, 08 Desember 2012

Tentang Aku dan Adik-Adikku


Bersama mereka, aku selalu kewalahan untuk menahan senyum dan tawa. Seperti di pagi hari ini di saat kami berkumpul untuk sarapan bersama. Mereka memang berbakat menjadi bunga-bunga di taman hati. Aku sudah lupa kapan terakhir kalinya kami berantem, ah, rasanya itu ada di masa-masa yang sangat jauh sehingga tidak menyisakan apapun di saat ini selain kebersamaan yang ceria.

Membangun Kearifan bersama Masalah


Pagi hari ini seharusnya aku memenuhi  jadwal untuk kembali menekuni adonan keramik dan anyaman serat rami untuk bahan skripsiku, namun lain untuk kasus Rabu pekan ini sehingga aku batalkan rencana itu. Kondisi khusus ini menuntutku untuk fleksibel mengurusi hal lain, mengingat dua hari sebelum ini HP-ku hilang beserta data-data berharga isinya ditambah kemarin baru saja menabrak orang lalu terjatuh di jalan. Ya, aku harus mengurusi buntut kejadian-kejadian itu, mengurus kedua nomor kontakku yang lama, mengurus motorku yang rusak, dan mengurus orang yang aku tabrak.

Kamis, 06 Desember 2012

Refleksi Tali Terompah


Awal Desember ini seperti tidak lepas dari kejadian yang menagih refleksi. Setelah kemarin dalam waktu yang berdekatan si Marun (helm) terjatuh lalu rusak dalam umurnya yang masih muda dan kemudian si Acung (Handphone) yang terjatuh lalu raib di rimba jalan raya, hari ini aku harus membuat seorang anak manusia terjatuh lalu terkapar setelah Hamraa (motor) yang aku tunggangi menabrak sepeda yang dia gunakan untuk menyeberangi jalan raya siang hari yang ganas memanas. Aku merasa kacau sekali waktu itu, terburu-buru mengejar keterlambatan sampai-sampai lupa memenuhi ruang kesadaran di jalanan. Fatal akibatnya karena mempertaruhkan banyak hal. Ini pertaruhan nyawa, harta, dan harga diri;

Rabu, 05 Desember 2012

2 Desember dan Kebanggan Simbolik


Hari ini adalah hari keduaku mengikuti pertemuan nasional mahasiswa PBSB DEPAG RI di Tambak Beras, Jombang. Bagi yang lain ini adalah hari ketiganya, karena aku baru bergabung di hari kedua. Kantuk sisa semalam rasa-rasanya masih tersisa sehingga banyak agenda hari ini yang aku selingi dengan ‘kegiatan’ mengantuk. Kantuk sisa semalam suntuk menjelajah jalanan Jombang-Surabaya, demi memenuhi euforia kedatanganku di Jawa Timur. Berbekal pinjaman motor, helm, dan seorang rekan seperjuangan di kampus, jadilah malam Ahad 2 Desember ini berasa touring singkat; berkeliling dan tersesat di kota Surabaya untuk sekedar mencari patung Suro-Boyo yang terkenal, bereksperimen dengan kamera handphone yang minimalis dan gambar hasil yang selalu memburam kurang cahaya, berkenalan dengan gigitan nyamuk-nyamuk liar di pinggiran Kebun Binatang Surabaya, mencuci muka dengan gerimis malam Jawa Timur, menikmati keindahan dan kebersihan kota Surabaya, menyaksikan secara langsung tempat kejadian perkara Lumpur Lapindo Sidoarjo, dan meneropong sejumput kehidupan malam Surabaya.

Kisah tentang (Mungkin) Akhir Aku dan Acung


Sore tadi selepas maghrib, di tengah-tengah gerimis dan kegelapan, aku harus mengakui bahwa sahabatku, si Acung (SAMSUNG Champ Duos) telah terjatuh. Kejadian ini tentunya menjadi sebuah momentum yang akan membuatku menjalani episode baru, tanpa Acung dan data-data penting di dalamnya, termasuk beberapa hal tentang orang-orang yang telah berinteraksi denganku.

Selasa, 04 Desember 2012

Aku, PBSB DEPAG RI, dan 1 Desember 2012


1 Desember, awal bulan ini aku isi dengan sebuah perjalanan ke Jombang, tepatnya ke Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras. Ini momen akbar tahunan bagi para mahasiswa-mahasiswi penerima Beasiswa Program Beasiswa Santri Berprestasi Departemen Agama Republik Indonesia (PBSB DEPAG RI), tajuknya adalah pembinaan nasional dan pemilihan kepengurusan nasional. Bagiku pribadi ini adalah pertemuan nasional kelima yang aku ikuti, yang pertama aku ikuti bertempat di sebuah hotel di Bandung, kemudian tahun berikutnya di sebuah Pondok Pesantren di Brebes, kemudian tahun berikutnya lagi di Pondok Pesantren Pandanaran Yogyakarta (pertemuan tidak nasional, dibagi per regional, UGM digabung dengan UIN), kemudian tahun berikutnya lagi di Bali, dan sekarang –tahun ini- di Jombang, Jawa Timur. Dari kesemua pertemuan akbar tersebut yang paling berkesan adalah yang pertama, di Bandung. Belum ada tandingannya dalam aspek kenyamanan, pelayanan, kesahajaan, koordinasi kepanitiaan, kondusivitas forum, dan kebersamaan. Dan yang paling kacau –untuk parameter yang sama- adalah pertemuan nasional yang di Bali.

Ada apa saja di pertemuan nasional mahasiswa PBSB DEPAG RI?